Jumat, 19 September 2008

JANGAN JADI GELAS

Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan ini selalu tampak murung. Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu ?
sang Guru bertanya. Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya, ? jawab sang murid muda. Sang Guru terkekeh. Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu. Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta. Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu, kata Sang Guru.
Setelah itu coba kau minum airnya sedikit. Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin. Bagaimana rasanya? tanya Sang Guru. Asin, dan perutku jadi mual, jawab si murid dengan wajah yang masih meringis.
Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan. Sekarang kau ikut aku. Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau. Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya.
Rasanya tak sopan meludah di hadapan mursyid, begitu pikirnya. Sekarang, coba kau minum air danau itu, kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau. Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya kepadanya, Bagaimana rasanya? Segar, segar sekali, kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana . Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya. Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi? Tidak sama sekali, kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi.
Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas. Nak, kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam.
Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah. Si murid terdiam, mendengarkan. Tapi Nak, rasa `asin dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya qalbu(hati) yang menampungnya.
Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau.

Rabu, 17 September 2008

Nrimo

Nrimo (Menerima seadanya)Mbah Trimo dan Kamisah

<http://pondokyatim.multiply.com/photos/hi-res/86/3>Pengurus Pondok Yatim, berkesempatan silaturrahim ke keluargambahnya santri-Isah. Dengan naik motor kami cari rumah mbah Trimo. Selangbeberapa waktu muter-muter akhirnya dengan bantuan warga kami temukan juga.Mbah Trimo & suaminya saat itu sedang duduk-duduk dan mbah putri sedangsiap-siap masak dengan dapur yang sudah sangat tua. Dapur yang dingin danjarang mengepul lagi.
Melihat kedatangan kami, beliau buru-buru membenahi baju dan mempersilakankami duduk di kursi tua yang tinggal satu-satunya itu. Dengan melafadzkanbasmalah, kami mulai bincang-bincang berempat.
Ada yang membuat kamibe<rulang-ulang">http://pondokyatim.multiply.com/photos/hi-res/86/3>rulang-ulangmelafadzkan Maasyaa Allah (Sungguh Kekuasaan Allah), Subhanallah (Maha suciAllah) ketika kami melihat kalimat bercat merah di pintu rumah gubuk itu.Hidup Segan Bunuh diri dosa. Maasya Allah.Sampai sebegitukah gambaran kehidupan masyarakat kita? Mungkin tidak hanyadi sini saja (korban gempa) tapi juga bisa terjadi (sikap hidup yang pesimisini) pada diri umat muslim di belahan bumi yang lain, Na`udzubillahi mindzalik. Ya Allah, ampunilah kami yang kurang menyayangi diri kami sendiridan kurang menyayangi hamba-hamba-Mu yang lain. Padahal sungguh, Engkausangat sayang pada kami-makhluk-makhluk-Mu. Astaghfirullahal `adziim.
Kamisah, santri pondok yatim yang polos. Muslimah yang saat ini berumurtahun ini berhasil mendapat ranking 1 di kelasnya dan menjadi juara 2 untuktingkat paralel dari 4 kelas di SMPN 1 Jetis tempat dia menuntut ilmupendidikan. Adik kami yang sangat sederhana dan jarang mengeluh. Banyakkisah tentang dirinya yang membuat kita semua terenyuh dan Insya Allahtergugah untuk membantunya meraih harapan menggapai cita-cita hidupnyamenjadi guru & memahami ilmu agama.
Beberapa moment, dia memilih jalan kaki menuju pondok (sepulang sekolahkarena sering kehabisan uang saku) sementara dia juga tidak ingin merepotkanpengurus. Ketika hendak ke sekolah saat musim hujan kemarin, dia palingrepot mencari pinjaman sepatu dari mbak-mbaknya di pondok (karena sepatusatu-satunya basah ngak bisa pakai sekolah), dan kisah-kisah lainnya.Alhamdulillah, Isah yang awal masuk pondok belum bisa membaca Al Quran, saatini sudah bisa membaca dengan baik dan serius dengan hukum-hukum tajwid.
Mohon doanya ya, semoga adik-adik kita di pondok ini semakin dekat denganAllah. Berilmu yang diamalkan dan beramal yang dilandasi `ilmu. Amin
kisah tentang pribadi yang terus membutuhkan dukungan kita semua untuk majumenjadi generasi umat yang tangguh. Semoga Allah menjadikan kita semuahamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur & membuktikan kesyukuran itu denganberbagi.
Berikut , Surat dari Saya Kamisah di Bantul
Saya Kamisah salah satu korban gempa di Bantul. Sekarang tinggal di PondokYatim Daaru Aytam, yang merupakan Pondok pemberdayaan Anak Yatim KorbanGempa. Beberapa waktu yang lalu saya sakit. Diantara santri yang lain sayamemang terbilang santri yang paling sering sakit. Selain kondisi badan yangmemang lemah, mungkin karena perjalanan ke sekolah yang jaraknya kira-kira10 km yang setiap harinya saya tempuh dengan bersepeda, ditambah denganaktivitas di sekolah dan dipondok yang cukup padat.
Beberapa waktu yang lalu, saat sakit saya kambuh lagi dan persediaanobat-obatan di pondok tidak ada dan kondisi waktu itu sudah cukup larutmalam, saya dan pengasuh pondok harus putar-putar Bantul mencari klinik yangmasih buka untuk berobat. Dan Alhamdulillah ada salah satu klinik yang masihbuka, hanya saja mungkin karena waktu sudah larut malam, harga yang harusdibayar sangat mahal. Dan saat itu pula saya sangat merasa sedih dantersadar, bahwa kesehatan itu sangat berharga dan mahal harganya. Karenabiaya berobat saya relatif besar, saya jadi merasa bersalah juga denganteman-teman karena telah memakai uang saku mereka untuk berobat. Maafkansaya ya temen-temen ku...
Bagi para pembaca yang diRahmati Allah... Sudah kewajiban kita masing-masinglah untuk menjaga kesehatan kita. Karena di dalam tubuh yang sehat terdapatjiwa yang kuat dan sehat pula. Dan bagi para pembaca sekalian yang mempunyaisedikit obat-obatan ataupun perlengkapan yang lebih dapat disalurkan kepadakami ke Pondok Yatim Daaru Aytam , dengan alamat di dusun Miri Rt. 27,Pendowoharjo, Sewon, Bantul. Telp. (0274) 7159146. Bagi para pembacasekalian, bantuan dalam bentuk zakat ataupun infaq untuk biaya kesehatan danpendidikan kami juga sangat kami harapkan. Semoga menjadi amal jariyah yangakan di bawa ketika kita kembali kepada Allah. Amiin.
Harus kepada siapa mengadu dalam kedukaan luar biasa karena Gempa yang tidakpernah terbayangkan sebelumnya. Hanya dengan uluran tangan bisa mendapatkankembali sebagian hidupnya. Barangkali banyak kalangan yang bersimpati denganpara korban bencana, tapi seberapa banyak yang masih peduli dan mengulurkanbantuan dalam waktu panjang, padahal hidup a masih membutuhkan uluran tangansampai mereka bisa mandiri. Bantuan kita menjadi sebagian penuntun hidupsekalipun tidak bisa mengambalikan semua.
Tuhan akan memuliakan orang-orang yang selalu memperhatikan anak yatim.Maha Besar Allah dengan segala Kuasanya.Salam dari saya Kamisah di Bantul dan temen-temen semua
Allahul GoniyAllahuRazik
ditulis oleh Ustadz Juni Al Jundi